Pembakaran Salah Satu Penyebab Kabut Asap di Berbagai Dunia
Intelektual Muda, beberapa pekan ini kita diresahkan dengan munculnya fenomena kabut asap. Dimana dunia tampak suram karena matahari seperti enggan bersinar, cahaya matahari tertutup oleh gelapnya kabut asap. Tak hanya matahari yang tertutup, tetapi penerbangan juga gangguan dan adanya penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) semakin meningkat jumlahnya.
Istilah kabut asap pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Henry Antoine Des Vocux di London pada tahun 1905. Kota kabut asap berasal dari kata smoke (asap) dan fog (kabut) atau di Inggris disingkat dengan istilah smog dan di Indonesia dikenal dengan istilah kabut asap atau juga dapat disebut dengan asbut (asap kabut).
Secara sederhana, nih, Intelektual Muda, kabut asap didefinisikan suatu kumpulan uap air yang mengambang di udara. Senyawa kabut didominasi oleh uap air pagi hari kabut sering ditemukan berupa embun pagi dan jika terakumulasi di udara akan berubah menjadi hujan. Sedangkan asap adalah suatu senyawa yang terdiri dari berbagai jenis gas, kadang juga mengandung zat padat dan polutan (zat pencemar). Asap biasanya merupakan hasil pembakaran, baik berupa pembakaran bahan–bahan sisa rumah tangga dan juga pembakaran bahan bakar fosil (BBM dan Batu bara). Intelektual Muda, ternyata kabut asap berwarna lebih gelap dan mengambang di udara serta sulit terurai.
Beberapa negara di dunia juga pernah terdampak bencana kabut asap, diantaranya London. Kabut asap yang terjadi di London pada saat itu disebabkan oleh asap hasil pembakaran batu bara. Kebanyakan pembangkit listrik dan pabrik–pabrik di London pada waktu itu menggunakan sumber energi batu bara dan ditambah juga rumah penduduk yang menggunakan pemanas yang energi bersumber dari batu bara. Akibatnya, pada musim tertentu muncullah kabut asap yang menyelimuti kota London dan membuat kota itu terkesan kumuh dan suram.
Di Los Angeles juga melaporkan kabut asap pernah terjadi lebih awal. Sumber asap kabut tersebut berasal dari buangan gas hasil pembakaran berbagai industri dan gas buangan hasil aktivitas manusia di kota yang padat penduduk tersebut. Ontario–Kanada, Beijing–China, Mexico City, Taheran-Iran dan sejumlah kota–kota besar lainnya di dunia juga pernah mengalami hal tersebut. Penyebabnya yaitu hasil pembakaran kendaraan bermotor yang tidak terkendali gas buangan industri dan aktivitas pembakaran lainnya. Lalu London, melakukan perbaikan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar batu bara, baik di industri maupun rumah–rumah.
Kemudian bagaiamana dengan kabut asap di Indonesia? Intelektual Muda, sampai saat ini memang belum ada deskripsi yang jelas atau belum ada hasil penelitian yang pasti, termasuk penyebabnya. Namun, sering terlihat dampak kebakaran hutan yang menimbulkan asap cukup tebal, baik yang dilakukan oleh perusahaan industri, petani, maupun gejala alam di musim kemarau.
Membuka lahan atau peladangan baru dengan sistem tebang dan bakar memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita dari dulu, termasuk hampir seluruh Pulau Sumatra, nih, Intelektual Muda. Jadi, pola peladangan yang jamak digunakan adalah menebas hutan, lalu membakaranya dan menanam tanaman kembali di bekas lahan yang sudah dibakar. Hal serupa terjadi di Riau, dimana daerah tersebut memiliki lahan gambut menyebabkan api sulit dipadamkan.
Dulu alam masih bisa untuk menentralisir kabut asap yang timbul, apalagi jumlah petani yang membakar hutan jumlahnya sedikit. Sekarang, jumlah petani yang membuka lahan makin banyak, juga adanya kegiatan membakar lainnya (membakar jerami dan sisa limbah pertanian). Ditambah lagi dengan perusahaan besar juga ikut melakukan hal yang sama, maka tentu saja alam tak mampu lagi menerima dan menetralisirnya. Titik–titik api yang berpeluang menjadi sumber kebakaran besar perlu diatasi dan dipadamkan segera. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk menahan diri agar tidak melakukan pembakaran yang akan menambah potensi munculnya kabut asap.
Jika negara–negara lain bisa mengatasi fenomena kabut asap, tentu hal yang sama bisa kita lakukan. Kuncinya tentu dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh. Selain itu, kita harus bekerja sama untuk menjaga lingkungan, nih, Intelektual Muda, agar di kemudian hari kabut asap tidak terjadi lagi.
Penulis: Dian Melsa dan Syuhaila Ayu Azri
Penyunting: Juvani Indah
Nge-Zoom Bareng : Peluncuran Mata Kuliah Kecerdasan Digital (Program Literasi Digital)
Webinar Fakultas Ekonomi Bisnis Islam IAIN Batusangkar, Mengulas Topik Ekonomi Syariah
Meriahkan HPN, UKKPK UNP Luncurkan SIGMA FM Versi Google Play dan Online
Meriahkan HPN, UKKPK UNP Luncurkan SIGMA FM Versi Google Play dan Online