Ancaman Kebudayan: Melemahnya Budaya Lokal Masyarakat Minangkabau Akibat Perkembangan Minimarket
Kebudayaan merupakan hasil karya manusia dalam menanggapi tantangan hidup dalam proses adaptasi dengan lingkungan. Di sisi lain, Kebudayaan juga menjadi wujud usaha bagi manusia untuk mempertahankan nilai-nilai kebiasaan dan mengembangkannya pada generasi penerus. Adapun salah satu budaya yang ada di Indonesia, yaitu Kebudayaan Minangkabau yang tentunya juga memiliki keunikan tersendiri dibandingkan Kebudayaan lainnya.
Masyarakat Minangkabau memiliki kebiasaan tersendiri dalam kehidupannya. Salah satu kegiatan yang sering mereka lakukan, yaitu berbincang di kedai ketika berbelanja atau dalam Bahasa Minang disebut dengan Ma Ota di Lapau (Afrizal H , Yusril, 2020). Warung atau kedai ini biasanya menjual barang-barang pokok kebutuhan rumah tangga warga sekitar dan juga menyediakan tempat duduk untuk minum kopi. Ma ota di lapau ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat minang hingga saat ini. Kegiatan ini masih bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat minang termasuk Kota Padang. Kegiatan ini biasanya dilakukan di pagi hari dari pukul 06.00 hingga 09.00 WIB, sore hari dari pukul 17.00 hingga 18.30 WIB atau diatas pukul 21.00 malam khusus bagi bapak-bapak.
Perkembangan zaman secara tidak langsung membuat gaya hidup masyarakat meningkat. Peningkatan gaya hidup juga berdampak pada tempat yang dipilih untuk membeli kebutuhan hidup Salah satu bentuk perkembangan tempat dunia, yaitu munculnya minimarket. Minimarket merupakan salah satu jenis retail modern yang dapat memberikan kemudahan, kenyamanan, kepastian harga, dan melengkapi berbagai keanekaragaman barang dalam satu toko. Selain itu, bisnis retail juga dapat memberikan kemudahan bagi konsumennya dalam sistem pembayaran. Mereka dapat menggunakan kartu kredit, kartu debit, dan kartu swalayan yang disediakan.
Berdasarkan data (www.ecc.ft.ugm, nd), perkembangan minimarket di Indonesia mengalami peningkatan di atas 15% per tahun. Adapun salah satu minimarket pusat dengan perkembangan tertinggi per januari 2019 adalah Indomaret dengan total gerai sekitar 16.336. Indomaret retail tidak memiliki cabang satupun di Sumatera Barat, tetapi minimarket lainnya seperti Aciak, Budiman, dan Citra memiliki pertumbuhan yang relatif sama dengan perkembangan Indomaret di kota lain.
Kehadiran minimarket yang menyediakan berbagai barang kebutuhan dengan fasilitas yang baik membuat masyarakat tertarik untuk berbelanja di minimarket. Tidak terkecuali masyarakat Kota Padang, saat ini masyarakat lebih cenderung berbelanja di minimarket dari pada warung kelontong milik warga. Perkembangan minimarket ini pada hakikatnya baik bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Namun di sisi lain, warung kelontong menjadi tersaingi oleh adanya minimarket. Minimarket yang tidak menyediakan fasilitas tempat duduk warga untuk berbincang secara tidak langsung akan menurunkan budaya ma ota di lapau masyarakat ketika berbelanja. Berdasarkan latar belakang ini, maka penulis tertarik untuk melakukan membahas mengenai kondisi budaya lokal Minang Kabau di tengah perkembangan minimarket.
Ma Ota di Lapau Sebagai Tradisi bagi Masyarakat Minang Kabau
Kegiatan ma ota di lapau merupakan suatu tradisi bagi masyarakat Minang Kabau yang masih bertahan hingga saat ini. Ma ota di Lapau merupakan salah satu istilah dalam Bahasa minang yang artinya berbicara di kedai atau warung. Konsep ma ota di lapau ini secara spesifik ditujukan pada kegiatan warga yang berbelanja di warung yang kemudian menyempatkan diri untuk duduk dan berbincang sejenak bersama warga lainnya (Firdausmarbun, 2017). Kaum laki-laki menjadikan lapau sebagai tujuan tempat minum kopi dan tempat bersua dengan rekan-rekan dan berbincang seputar kondisi terkini. Sedangkan kaum perempuan memiliki kecenderungan untuk membeli kebutuhan dapur sehari-hari yang kemudian juga iokut berbincang di lapau.
Aktivitas ma ota di lapau bagi masyarakat minang kabau memiliki makna tersendiri. Kegiatan ini mengajarkan kepada masyarakat minang Kabau agar tidak menjadi individu yang anti sosial (Afrizal H , Yusril, 2020). Hal tersebut diimplementasikan dengan cara melakukan dialetika di lapau. Terutama bagi kaum laki-laki, dengan adanya ma ota di lapau dapat membentuk dan melatih komunikasi dalam berinteraksi dan mengeluarkan pendapat. Begitu juga dengan perempuan, dimana dengan adanya budaya ini dapat melatih mereka untuk pandai dalam berinteraksi dan menyatakan pendapat terkait bahan pembicaraan yang sedang dibicarakan.
Kehadiran Minimarket Mengancam budaya Ma Ota di Lapau
Seiring perkembangan zaman, kebutuhan hidup manusia menjadi meningkat dan beragam. Meningkatnya keberagaman kebutuhan ini tentunya diiringi oleh keberagaman barang produksi yang dihasilkan. Di samping itu, keberagaman ini juga diiringi dengan peningkatan gaya hidup masyarakat terutama dalam berbelanja. Gaya hidup masyarakat dalam berbelanja salah satunya berdampak pada tempat berbelanja (Rendika Putri Kartika Sari, 2019).
Minimarket merupakan salah satu tempat berbelanja dengan inovasi baru yang menyediakankan keberagaman berbelanja bagi masyarakat. Minimarket dapat memberikan kemudahan, kenyamanan, kepastian harga, dan melengkapi berbagai keanekaragaman barang dalam satu toko (Suhartono, 2017). Selain itu, bisnis minimarket ini juga dapat memeberikan kemudahan bagi konsumennya dalam sistem pembayaran. Mereka dapat menggunakan kartu kredit, kartu debit, dan kartu swalayan yang disediakan (Dianur Himawati, 2017). Hal ini memicu daya Tarik masyarakat untuk berbelanja di minimarket.
Beberapa jenis minimarket sudah berkembang di Kota Padang hingga saat ini, beberapa diantaranya yaitu Aciak Mart, Budiman, dan Citra. Kehadiran beberapa minimarket ini secara tidak langsung berdampak buruk bagi lapau warga sekitar. Hal tersebut karena kehadiran minimarket dapat menyaingi konsumen warung. Kualitas barang dan kenyamanan tempat berbelanja yang disediakan oleh minimarket ini membuat masyarakat lebih tertarik untuk berbelanja di minimarket.
Hal utama yang perlu menjadi fokus dalam permasalahan ini yaitu terkait dengan pergeseran kebudayaan yang ada. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa warung atau kedai bagi masyarakat minang memiliki fungsi tersendiri dalam peleastarian kebudayaan Ma Ota di Lapau. Tertariknya masyarakat minang untuk berbelanja di mini market secara tidak langsung mengancam tradisi masyarakat minang. Minimarket tidak menyediakan fasilitas tempat duduk bagi masyarakat untuk berbincang. Jika masyarakat lebih berminat berbelanja di minimarket, artinya masyarakat Minang secara tidak langsung mulai melupakan tradisi mereka dalam ma ota di lapau.
Jika kebiasaan ma ota di lapau mulai hilang dari masyarakat Minang, hal ini akan berdampak terhadap kelestarian berkomunikasi dalam bertutur kata. Orang-orang yang selalu berbelanja di minimarket dapat mengancam kepunahan budaya Ma Ota di Lapau. Lapau sebagai sarana berlatih bagi orang Minang dalam berpetatah akan mengalami kepunahan jika masyarakat sudah tidak lagi berminat berbelanja di kedai biasa. Hal ini disebabkan mereka tidak lagi sering mengimplementasikannnya dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan minimarket di tengah masyarakat Minang Kabau memiliki dampak terhadap perubahan budaya. Adapun budaya yang mengalami perubahan yaitu budaya ma ota di lapau. Minimarket yang memiliki berbagai keunggulan dan kelengkapan fasilitas membuat masyarakat tertarik untuk berbelanja disana. Hal ini secara tidak langsung mengurangi konsumen bagi lapau warga. Kurangnya pengunjung lapau berdampak pada kebudayaan ma ota di lapau . Hal ini terjadi karena minimarket tidak menyediakan fasilitas bagi warga untuk duduk berbincang dan menyantap kopi sebagaimana tradisi yang sudah ada dalam masyarakat Minang.
Lapau yang menjadi sarana berbagi cerita dan latihan menyampaikan petatah akan terancam jika pengunjung lapau menurun. Turunnya budaya ini juga menyebabkan masyarakat kehilangan kesempatan dalam melestarikan kebiasaan bermusyawarah kecil di lapau. Selain itu masyarakat juga kehilangan kesempatan untuk mengasah tuturan kata dalam berpetatah dalam adat Minang. Hal ini tentunya sangat penting bagi masyarakat Minang terutama kaum laki-laki yang mana nantinya budaya berpetatah ini sangat dibutuhkan saat bermusyawarah adat ataupun keluarga.
Penulis: Rintia
Nge-Zoom Bareng : Peluncuran Mata Kuliah Kecerdasan Digital (Program Literasi Digital)
Webinar Fakultas Ekonomi Bisnis Islam IAIN Batusangkar, Mengulas Topik Ekonomi Syariah
Meriahkan HPN, UKKPK UNP Luncurkan SIGMA FM Versi Google Play dan Online
Meriahkan HPN, UKKPK UNP Luncurkan SIGMA FM Versi Google Play dan Online